Shalat Dalam Cinta
Suatu sore seorang murid
sedang shalat, tapi tanpa sengaja seorang wanita sembari tersedu-sedu melintas
didepan sajadahnya. Perilaku ini benar-benar mengganggu konsentrasi shalat sang
murid. Maka selepas shalat dia segera menghampiri wanita tadi.
Ketika sang murid
mendekatinya, wanita itu masih terus terisak-isak, air matanya berlelehan. Sang
murid lalu berkata, “Apakah anda tidak tahu ada orang shalat, mengapa Anda
melintas begitu saja?”
“Apakah Anda mau mendengar cerita saya?”
balas wanita tadi yang terus mengendalikan sedu-sedannya.
“Baiklah, berceritalah,” balas sang murid.
“Suamiku, yang paling aku cintai dan kasihi,
ternyata dengan mudah menceraikanku,” kata wanita tadi sembari terus
menjelaskan disela sedu sedannya. Sang murid hanya bisa terus menunggu.
“Karena saking cinta dan kasih
sayangnya aku kepada suami, aku tidak bisa lagi melihat Anda sedang shalat,”lanjut wanita tadi.
“Lalu bagaimana dengan anda yang
menjalankan shalat karena cinta dan kasih sayang kepada Allah SWT ?
Kenapa Anda masih bisa melihat saya ? ”
Sang murid hanya bisa
tertegun mendengar penjelasan wanita itu. Ada
yang salah dengan dirinya.
Things To Think ?
Pernahkah kita merenungi
shalat kita? Tentang sudah benarkah shalat kita dari luaran, gerak-gerik tubuh,
bacaan, kedalaman penghayatan dan pemaknaannya? Apa manfaatnya bagi kehidupan
keseharian kita ?
Bukankah kita sering
mendengar bahwa shalat itu diumpamakan sebagai tiang agama? Shalat itu mencegah
dari segala perbuatan dosa dan keji ?
Shalat macam apa itu?
Shalat seperti murid tadi? Atau seperti saat kita menjalankan shalat ditempat
kerja kita dan kebetulan kita tidak membawa sajadah dan menggunakan koran ?
Bagaimana kalau koran yang kita gunakan, Pos Kota, Lampu Merah, Metro
dan lain lain, dimana halaman-halamannya dipenuhi gambar-gambar wanita seronok,
berita-berita kriminalitas atau pemerkosaan ?
Bagaimana ? Apakah shalat
semacam itu yang bisa mengantarkan kita memiliki kekebalan menangkal segala
bentuk kemaksiatan, kemungkaran, dan kekejian? Jujurlah pada diri kita, sudah
seperti apa derajat shalat kita ?
Shalat sebagai sarana
komunikasi hamba dengan Pencipta diharapkan akan dapat menghadirkan kesadaran
akan kehadiran Allah SWT didekat kita. Dia selalu mengawasi, menjaga, dan
melindungi kita. Ketika shalat, dan juga mungkin puasa, haji, dan lain-lain
dikerjakan hanya pada batas-batas luaran, segi-segi formalitas, kulitnya saja,
maka, yang boleh terjadi adalah kesedihan dan kepiluan. Macam apa ? Banyak
masjid, banyak mushala, banyak orang berhaji dan banyak santri, tetapi negara
kita dari segi moralitas tetap sangat rendah, bahkan, sangat memalukan. Kondisi
yang demikian, menjalankan kewajiban agama hanya sebatas pelaksanaan prosedural
saja, telah memberikan beban kalau malah menutup kejayaan Islam itu sendiri.
Kita pasti pernah
mendengar ucapan Syekh Moh. Abduh, ulama Mesir yang dikenal dengan bapak
pembaharu (mujaddid), mengatakan : “Islam tertutup dari kemajuan lantaran
umatnya sendiri.” Jadi jujur saja, kalau shalat kita masih seperti murid
itu tentu saja kita akan sulit untuk dapat dikatakan bisa memahami shalat.
Memahami pesan-pesan dari bacaan shalat yang kita baca dihadapan Allah SWT.
Kalau sudah begitu, apa mungkin shalat kita dapat bermakna atau memberikan efek
positif ? Agaknya sangat sulit.
Beribadahlah Seakan-akan engkau
melihat Dia. Dan, Jika engkau tidak melihat Dia, Maka Sesungguhnya
Dia tetap melihat Engkau (Hadist Qudsi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar